Pada iterasinya yang ketiga, Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2024 digelar di Benteng Rotterdam, Kota Makassar, dengan tajuk “Jelajah Jala”.
Sebagai pijakan kerangka kuratorial, lema ‘jelajah’ merujuk pada pergerakan merambah ruang, atau pengetahuan baru, dan percobaan atau eksperimentasi. Di sisi lainnya, lema ‘jelajah’ merupakan perkembangan dari kata ‘jajah’, karenanya kata ini memiliki asosiasi yang erat dengan penjajahan atau kolonialisme. Pijakan pengertian dan etimologis ini menemui pertautannya dengan lokasi helatan FKSM 2024; sebagai upaya berdialog dengan sejarah kolonial di Kota Makassar, dan Indonesia, melalui situs benteng kolonial Belanda yang dulunya adalah benteng Ujung Pandang (Jum Pandan) milik Kerajaan Gowa abad ke-16. Dalam bentang kesejarahan yang panjang, sejarah kolonial ini turut membentuk Kota Makassar yang kosmopolit: berlangsungnya keterhubungan antar entitas yang memungkinkan transformasi di berbagai lini, termasuk teknologi dan media.
Jika ‘jelajah’ menjadi jembatan pembacaan historis yang ulang-alik, bentang makna kata ‘jala’ dijangkarkan pada kait-kelindan tiga pengertian. Pertama, jala dengan sejarah panjangnya merupakan teknologi hasil pengetahuan masyarakat bahari yang memediasi kebutuhan menangkap hasil laut. Kedua, jala sebagai peranti berupa jaring, dapat dimaknai secara konotatif sebagai simpul-simpul jaringan–di mana pembuatan atau pemakaian jala juga erat kaitannya dengan komunikasi dan komunalitas. Ketiga, jala adalah bagian dari cerita rakyat yang berkembang di Kota Makassar, yakni Sinrijala: kisah mengenai robeknya sebuah jala karena tak mampu menahan koyakan buaya putih. Dari cerita rakyat ini kita bisa melihat jala, di samping sebagai media fungsional, juga merupakan produk kebudayaan yang perannya integral dalam kehidupan masyarakat bahari sekaligus memiliki nilai simbolis (melalui mitos-kesejarahan) di beberapa komunitas masyarakat.
Bentang dan paparan pengertian lema ‘jala’ di atas menunjukkan arsirannya dengan perkembangan seni media, di mana keseharian masyarakat pada dasarnya selalu termediasi sebagai cara berada, dan cara membingkai realitas, serta spasialitas, di dalam lingkungan kehidupan suatu masyarakat. Di Indonesia sendiri, praktik dan gagasan seni media yang muncul kerap kali merepresentasikan pengetahuan vernakular atau tempatan; seni media mendedah ragam siasat dalam memaknai pertemuan antara perkembangan teknologi dan daya adaptasi suatu masyarakat di suatu tempat tertentu, dengan intensi artistik yang menyertainya. Praktisi seni media seringkali berupaya mereka ulang aspek fungsional teknologi (secara intrinsik, mekanikal, dan kontekstual) ke dalam aspirasi yang berbasis eksperimentasi kesenian.
Syahdan, “Jelajah Jala” sebagai bingkai kuratorial FKSM 2024 diposisikan sebagai spektrum eksperimentasi dan pembacaan atas perkembangan seni media terkini, yang berkait kelindan dengan mitologi, sejarah, dan siasat masyarakat di dalam dunia yang semakin saling terhubung. Bingkai kuratorial ini tidak hanya menyasar praktik dan karya individual, tetapi juga karya serta proyek penciptaan yang melibatkan pertemuan antar kelompok dan komunitas dari beberapa wilayah di Indonesia. Dengan intensi kuratorial seperti ini, peluang pada eksplorasi ekspresi artistik melalui seni media yang tidak hanya mengakar tapi juga sekaligus merimpang–membuka akses serta menciptakan simpul-simpul baru, dapat dimungkinkan.
Beberapa karya yang hadir pada FKSM 2024 ini, mencoba beradaptasi dengan spasial Ruang Benteng Rotterdam. Spasialitas tersebut sebagai semangat ‘jelajah’ dari seni silang media yang pada FKSM 2024 yang karya-karyanya berusaha mengaktivasi dan berdialog secara kritis dengan ruang Benteng Rotterdam, sebagai pemaknaan bahwa ruang pada dasarnya juga agensi yang mengkoreo (membentuk) cara berada serta kehadiran objek-objek dan tubuh artistik, Sebagai ‘jejaring’, karya-karya di FKSM 2024 merupakan temporalitas yang menghadirkan lapis-lapis realitas tegangan antara arsip, sejarah, mitos, dan museum melalui cara berada hari ini. Pendekatan penciptaan dalam karya-karya FKSM 2024 juga menunjukkan keragaman pendekatan produksi, baik itu kolektif, individu, dan bahkan ada seniman yang membangun partisipasi dengan warga Makassar dalam proses penciptaan karyanya, yang menjadi eksemplar atas kerangka seni media yang cair dan berbasis pada vernakularitas pengetahuan dan artistik warga. Terakhir, karya-karya FKSM 2024 juga berangkat dari pembayangan atas keberadaan penonton dalam kerangka presentasinya, yang mengandaikan bahwa karya akan selalu mengalami spasialisasi, baik itu karya-karya interaktif maupun karya-karya berbasis visual, suara, dan sensori.
FKSM 2024 menghadirkan 24 eksperimentasi seni media yang di antaranya melibatkan 13 kolaborasi, 4 kolektif, dan 7 individu seniman. Keseluruhan seniman partisipan mewakili sebaran daerah dari Jawa Barat hingga Papua.
Dewan Kurator FKSM Makassar 2024
Yudi Ahmad Tajudin, Bob Edrian, Ignatia Nilu, Akbar Yumni, Shohifur Ridhoi, Mega Nur, Rachmat Mustamin
(Pengantar kuratorial untuk Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2024: Jelajah Jala, 3–9 November 2024, Benteng Rotterdam, Kota Makassar, Sulawesi Selatan)