Pameran matrajiva berupaya menggali dan memetakan spektrum tertentu dari ‘spiritualitas’ dalam praktik kesenian di Indonesia. Di sini, spiritualitas pertama-tama dipahami sebagai kapasitas individu maupun kelompok untuk mencari makna dan tujuan hidupnya dengan cara membangun hubungan dengan sesuatu yang lebih besar atau agung di luar dirinya. Secara tradisional, ‘yang agung’ itu seringkali identik dengan hal-ihwal Ilahiah atau Tuhan, sehingga spiritualitas sering dipersamakan dengan agama. 

Tapi perlu digarisbawahi pula bahwa dalam perkembangannya, agama hanya menjadi salah satu dari sejumlah matra atau dimensi spiritualitas. Secara historis, spiritualitas tidak terpisahkan dengan ajaran agama. Namun seiring dengan tumbuhnya peradaban modern yang memisahkan pranata keagamaan dengan kehidupan sosial, spiritualitas berangsur-angsur berubah, mengambil bentuk dan makna baru. 

Seni yang mengekspresikan spiritualitas berkembang secara paralel dengan perluasan spektrum spiritualitas itu. Di masa lalu, beragam jenis penciptaan artistik sangat terikat pada berbagai fungsi maupun ritual kepercayaan dan agama. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa akar semua praktik kesenian adalah spiritualitas religius. Tapi modernitas pula yang pada akhirnya mendorong keterpisahan kesenian modern dengan agama dan spiritualitas. Seni modern, terutama di Barat, adalah seni yang otonom, yang hanya melayani kepentingan seni itu sendiri. 

Pada tingkat ekstrim, modernisme melahirkan prinsip penciptaan artistik yang pragmatis dan materialis—lawan dan yang spiritual. Pendekatan yang materialistik pada seni hanya mementingkan tampilan luar suatu objek belaka. Dalam cara pandang ini, menikmati kesenian berarti melulu soal menangkap apa-apa yang dapat dilihat, didengar, diraba, disentuh, dicium, dsb. Pencarian yang lebih luhur dan mendalam atas makna dan tujuan kesenian itu sendiri menjadi tidak penting.      

matarmaja berangkat dari premis bahwa spiritualitas adalah kapasitas intrinsik yang ada dalam diri setiap manusia. Pameran ini meyakini bahwa kesenian di Indonesia adalah manifestasi dari spiritualitas Nusantara yang unik, yang lahir karena proses pertukaran dan percampuran nilai-nilai dalam kehidupan masyarakatnya yang majemuk. Sejumlah karya dalam pameran ini menunjukkan bagaimana faktor-faktor sejarah, budaya, politik dan sosial berpengaruh pada masih kuatnya peran agama dalam kehidupan masyarakat Indonesia hingga hari ini. Sejumlah seniman menunjukkan bagaimana religiusitas mereka tidak pernah benar-benar berbenturan dengan nilai-nilai sekuler dan materialistik dalam seni modern. Karya-karya mereka justru menunjukkan suatu fase ‘pemodernan’ dari seni religius.  

Meskipun tidak semua seniman mengidentifikasi diri sebagai makhluk spiritual atau terlibat dalam praktik spiritual apapun, potensi spiritualitas diyakini ada dalam diri mereka. Spiritualitas adalah pengalaman yang sangat pribadi dan individual, dan setiap orang memiliki keyakinan dan pengalaman yang berbeda dalam hal spiritualitas. Dalam pengertiannya yang luas, spiritualitas pada dasarnya termanifestasi ke dalam berbagai cara, seperti melalui rasa kagum dan takjub pada alam, keinginan untuk berhubungan dengan orang lain, atau pencarian makna dan tujuan hidup manusia.  

Sebagian karya dalam pameran ini juga menunjukkan perkembangan ekspresi ‘spiritualitas Nusantara’ yang ekspansif dan multifaset itu. Perluasan mutakhir spiritualitas merepresentasikan adanya wilayah-wilayah irisan maupun persilangan antara agama, sains, humanisme, filsafat, aliran, kepercayaan, teknologi dan kesenian tradisional Nusantara, dsb. Sejumlah seniman mengambil inspirasi mereka dari kekaguman mereka pada misteri alam, lalu berupaya untuk menggali seluk-beluk untuk memahaminya secara lebih mendalam. Sebagian yang lain berangkat dari hasrat untuk memahami yang agung dan mistis melalui ajaran-ajaran dan kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur. Spiritualitas lainnya nampak pada karya-karya yang mengangkat tema-tema kemanusiaan, sebagai ekspresi solidaritas dan hasrat untuk memuliakan sesama umat manusia.   Terakhir dan terpenting: matrajiva meyakini bahwa ekspresi kesenian dalam berbagai wujudnya selalu dapat memancing kesadaran spiritual dari para pemirsanya. Tentu, ini bergantung pada sejauh mana kita bersedia untuk terbuka pada pemahaman-pemahaman baru, membiarkan jiwa kita berubah dengan mencari makna-makna terdalam dari segala sesuatu.   

Agung Hujatnikajennong & Bob Edrian

(Pengantar kuratorial untuk artina•Sarinah #2: matrajiva,  4 Maret 2023– 31 Mei 2023, Gedung Sarinah Thamrin Lantai 6, Jakarta)