wastu/loka/kala hendak menawarkan alternatif cara pandang atas apa yang disebut dengan ‘kebudayaan Nusantara’. Dalam banyak versinya, Nusantara adalah istilah yang digunakan secara sinonim dengan ‘Indonesia’. Pada masa kolonial, istilah ini diusulkan untuk menggantikan istilah ‘Hindia Belanda’ yang berbau penjajah. Pada masa kemerdekaan, Nusantara dirumuskan sebagai konsep yang bernuansa etno-nasionalistik—bagian dari agenda politik identitas yang mendukung persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka politik, ekonomi dan budaya. 

Orde Baru mengkonstruksi makna Nusantara secara ideologis dan militeristik: bahwa berbagai entitas kekayaan sosial dan budaya yang ada di dalam wilayah Indonesia harus dijaga dan dilindungi dari berbagai ancaman, terutama kepunahan dan gangguan terhadap kepemilikan, kemurnian dan keasliannya. Selain mewariskan pandangan etno-esensialisme yang kaku, kebijakan itu telah melahirkan stereotipe-stereotipe ‘budaya lokal’ yang sempit. Misalnya, bahwa suatu aikon visual, simbol atau tanda pada artefak dengan ciri tertentu seharusnya diidentifikasi dan dimaknai sesuai dengan ‘kodrat asalnya’. Esensialisme itu berujung pada pembakuan nilai-nilai dan makna, yang menafikkan kenyataan bahwa kebudayaan pada dasarnya bersifat dinamis. 

Seni kontemporer dapat memberi cara pandang baru terhadap perspektif konsep ruang dan waktu dalam ekspresi kebudayaan. Para seniman dalam pameran ini menyadari sepenuhnya bagaimana makna yang disematkan pada suatu budaya—sebagai aktivitas, artefak dan perwujudan (wastu) dari nilai-nilai—senantiasa berubah sesuai tempat (loka) dan waktu (kala) di mana ia hidup. Sebagian besar karya-karya mereka memang memanfaatkan khazanah simbol, aikon dan tanda-tanda yang selama ini cenderung identik dengan persepsi tentang ‘nusantara’.  Akan tetapi karya-karya mereka sama sekali bukan bagian dari upaya mempertahankan suatu kekhasan atau kelokalan secara ideologis. Dalam pameran ini, ‘nusantara’ justru tampil dalam wujud yang menghindar dari stereotip dan sauvinisme budaya yang sempit. 

wastu/loka/kala menggarisbawahi karakter alamiah dari budaya Nusantara sebagai hasil dari pertemuan, persilangan, percampuran dan evolusi dari berbagai nilai, baik yang serupa, maupun yang bertentangan satu sama lain. Pameran ini membingkai karya-karya seni kontemporer sebagai representasi dari suatu daya hidup, keberlangsungan sekaligus wujud mutakhir khazanah pengetahuan, teknologi dan kearifan sosial di Indonesia, di tengah globalisasi yang mustahil terbendung.

Agung Hujatnikajennong & Bob Edrian

(Pengantar kuratorial untuk artina•Sarinah #1: wastu/loka/kala,  17 Desember 2022– 19 Februari 2023, Gedung Sarinah Thamrin Lantai 6, Jakarta)