Bayangkan sebuah hutan belantara yang minim cahaya. Berjalan sendirian menuju suatu tempat yang tidak ditentukan. Lalu di tengah perjalanan, terdengar bebunyian yang bersumber dari semak-semak. Seketika muncul rasa penasaran yang dibalut dengan sedikit ketakutan. Sambil terus berjalan, bebunyian tersebut nampaknya semakin mendekat. Ketakutan mulai mengganggu pikiran. Tubuh bereaksi dengan melangkahkan kaki lebih cepat sambil perlahan mengeluarkan keringat dingin dari pori-pori. Bebunyian semakin dekat dan nyaring. Hewan buas? Manusia lain? Seketika otak memikirkan beragam kemungkinan yang semakin menumpuk rasa takut. Jika memang yang muncul dari semak-semak adalah seekor hewan buas, tubuh akan langsung bereaksi dengan upaya-upaya bertahan hidup. Tubuh disiapkan untuk melawan atau melarikan diri. Bagaimana jika tidak muncul sesuatu apapun atau siapapun dari semak-semak, namun tubuh tetap bersiap untuk melawan dan melarikan diri? Bagian kesadaran dalam otak akan bertanya-tanya. Dari mana asalnya rasa takut tersebut?

Narasi di atas seringkali dijadikan perumpamaan bagi kondisi psikis manusia yang mengalami ketakutan tanpa sebab. Atau lebih tepatnya, tidak dipahami dan disadari sebabnya. Pengalaman buruk, trauma, hingga ingatan yang menumpuk kemudian diinterpretasi tubuh sebagai sebuah ancaman, ketakutan. Rasa takut termanifestasi dalam kondisi cemas dan gelisah yang dianggap sebagai bentuk pertahanan pertama manusia. Ketakutan adalah kekuatan esensial manusia untuk berkembang hingga berkuasa.

Mengangkat tajuk Psychornamental, Rendy Pandita Bastari berupaya menelusuri hutan belantara kondisi psikis manusia melalui ornamentasi dan eksplorasi figuratif. Dipicu oleh ketertarikannya pada lokasi-lokasi yang memunculkan ketakutan (setidaknya bagi dirinya sendiri), Rendy mengolah dokumentasi lokasi-lokasi tersebut menjadi bidang gambar digital. Sebuah eksplorasi artistik yang dapat dibaca sebagai upaya netralisasi atau bahkan mengeliminasi ketakutan. Setiap lokasi memiliki sudut, ruang, dan bentuk tertentu yang kemudian direspons dengan menghadirkan sosok-sosok bayangan hitam dan ornamen-ornamen organik. Kombinasi antara imaji misterius yang menimbulkan kecemasan dan keluwesan gerak tumbuhan mencari sumber cahaya yang mengindikasikan harapan hidup.

Belasan karya yang dihadirkan dalam Psychornamental ditempatkan dengan susunan yang menyerupai olahan ornamen Rendy dalam bidang gambarnya. Mengisi ruang secara intuitif dan tidak bersifat intimidatif. Poin terakhir tentu berkaitan erat dengan adanya upaya untuk mengeliminasi ketakutan, dalam hal ini, jarak yang seringkali muncul di antara penonton dan karya seni di dalam sebuah ruang pamer. Psychornamental merupakan sebuah upaya diri dalam memahami kondisi psikis melalui eksplorasi artistik. Bagaimana sumber-sumber ketakutan dapat bertransformasi menjadi kekayaan seni rupa.

 

(Pengantar kuratorial untuk pameran Psychornamental, 30 Maret – 6 April 2019, SemAta Gallery, Bandung, Indonesia)