Sequence
Kata sequence, dalam Bahasa Indonesia, deret atau deretan, mengandung makna berupa susunan yang teratur dan berpola. Sequence juga seringkali ditemukan dalam kajian ilmu matematika yang mendefinisikan deret atau deretan sebagai sebuah kumpulan objek tersusun dimana pengulangan atau repetisi dapat terjadi atau diperbolehkan. Dalam pemaknaan yang lebih umum, kata sequence juga dapat dipahami sebagai sebuah urutan yang berkelanjutan. Sekilas, sequence memiliki kesamaan dengan kata cycle atau siklus dimana keduanya sama-sama memiliki unsur repetisi, namun sequence bersifat kontinyu atau berkelanjutan sementara siklus memiliki karakteristik berupa posisi akhir siklus berada di titik yang sama dengan posisi awalnya. Oleh karena itu, siklus seringkali digambarkan sebagai sebuah pola melingkar sementara sequence memiliki pola linear atau garis lurus.
27
Dalam pameran Arcane: Spectrum & Sequence, kata sequence dimaknai sebagai sebuah keteraturan ataupun sebuah hukum yang akhirnya memunculkan pola-pola yang dapat dianalisis. Secara sederhana, pameran Arcane: Spectrum & Sequence merupakan sebuah upaya untuk menghadirkan sekaligus menggabungkan dua kecenderungan pola eksplorasi medium serta gagasan seni rupa yang berbeda. Kedua seniman dalam pameran ini, Abbyzar Raffi dan Iqbal Prabawa Wiguna mengajukan gagasan yang beririsan dalam hal pemaknaan semesta atau alam. Perbedaan kemudian terletak pada proses inkubasi gagasan masing-masing seniman yang mempengaruhi kecenderungan eksplorasi serta pemilihan medium. Abbyzar, di satu sisi, tertarik untuk memaknai semesta melalui eksplorasi yang cenderung bersifat fisik, sementara di sisi lain, proses inkubasi gagasan Iqbal cenderung di wilayah nalar atau metafisik.
54
Dikotomi eksplorasi baik secara gagasan maupun medium yang terjadi dalam Arcane: Spectrum & Sequence sedikit banyak memunculkan dugaan yang berkaitan dengan dualisme dalam satu tubuh. Tubuh semesta Arcane: Spectrum & Sequence, yang kemudian dikerucutkan lagi menjadi komponen utamanya, sebuah semesta kecil atau mikrokosmos, yaitu seniman yang terlibat, atau dengan kata lain, tubuh manusia yang dilihat dari sisi eksistensialnya. Friedrich Nietzsche, seorang filsuf berkebangsaan Jerman, dalam buku pertamanya yang berjudul The Birth of Tragedy from the Spirit of Music (1872) mengajukan sebuah gagasan mengenai dikotomi dalam diri manusia. Nietzsche menggunakan dua nama dewa Yunani untuk menggambarkan dua kecenderungan yang muncul dalam diri manusia, Apollo dan Dionysus. Kecenderungan Apollo, Nietzsche menyebutnya sebagai sisi Apollonian manusia, mengandung perilaku yang membentuk deret ataupun sequence berupa sifat-sifat teratur, terstruktur, dan logis. Sementara kecenderungan Dionysus, atau Dionysian, mewakili perilaku yang bersifat chaotic, destruktif, dan tak logis. Keduanya sama sekali berbeda, namun dalam diri manusia, atau semesta kecil, keduanya hidup berdampingan dan tidak bisa saling menghilangkan satu sama lain.
108, 216, 432
Pola dualistik ataupun dikotomi di atas juga muncul dalam pemaknaan manusia di wilayah keilmuan yang bersifat esoterik. Keilmuan yang sifat penyebarannya terbatas ini, dalam perbendaharaan kata bahasa Inggris disebut arcane atau arcanus dalam bahasa Latin, membagi makna hidup manusia ke dalam dua unsur, unsur nabati dan unsur hewani. Unsur nabati mewakili wilayah biologis manusia, sementara unsur hewani dalam diri manusia mewakili sifat serta perilaku manusia yang proses perkembangannya berada dalam wilayah pemikiran, nalar, atau bahkan nafsu serta hasrat manusia. Dalam pemahaman di atas, kematian dipahami sebagai proses terpisahnya unsur nabati dan unsur hewani dalam diri manusia. Dalam bidang psikologi, Carl Gustav Jung juga mengajukan gagasan dualistik anima dan animus yang ia sebut sebagai, “two halves of the same whole.”
864
Dikotomi yang dihadirkan dalam Arcane: Spectrum & Sequence secara tidak langsung merupakan upaya pemaknaan dua orang seniman terhadap pola kecenderungan semesta kecil. Seorang manusia. Manusia yang secara umum berbeda dengan hewan ataupun tumbuhan, melakukan dua aktivitas utama, berpikir dan mencipta. Kedua seniman dalam Arcane: Spectrum & Sequence berusaha menggali kedua hal tersebut secara lebih mendalam. Abbyzar memunculkan pemikiran naratif mengenai siklus kehidupan yang terwujud dalam eksplorasi taxidermy-nya, sementara Iqbal menghadirkan pemikiran kontemplatif serta filosofisnya dalam wujud eksplorasi pola warna. Abbyzar menekankan eksplorasi medium di wilayah yang bersifat ilmiah, dalam hal ini cenderung biologis dan kimiawi, sementara Iqbal melakukan eksplorasi yang sifatnya cenderung mekanikal. Dua kecenderungan berbeda ini diharapkan dapat memunculkan pemaknaan serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai fungsi ataupun peran eksistensial manusia dalam kehidupannya di alam semesta. Apa makna menjadi manusia? Bagaimana manusia hidup? Bagaimana manusia berpikir dan mencipta?
1728
Apabila kembali pada pemaknaan kata sequence dalam Arcane: Spectrum & Sequence, pola-pola ataupun hukum keilmuan yang digunakan kedua seniman merupakan sebuah deret upaya untuk memaknai semesta kecil atau mikrokosmos untuk kemudian menemukan makna alam semesta atau makrokosmos. Alam semesta yang proses kehidupannya bersifat kontinyu atau berkelanjutan dan selalu berevolusi. Alam semesta yang selalu berevolusi tak bisa dipungkiri akan mempengaruhi pola-pola kehidupan manusia. Pengaruh evolusi alam semesta terhadap pola kehidupan manusia, dalam pemahaman filsuf Jerman lainnya, Martin Heidegger, merupakan salah satu indikator pemaknaan eksistensi manusia. Heidegger menyebutnya sebagai Dasein, being atau existence dalam bukunya Being and Time (1927). Lebih spesifik lagi, Heidegger mengajukan gagasan being-towards-death. Bahwa eksistensi ataupun being atau makna menjadi manusia harus diproyeksikan pada kematian dan oleh karena itu akan selalu berkaitan dengan time atau waktu. Being is time. Eksistensi seorang manusia bersifat temporer dan berupa deret aktivitas atau life sequence yang berada pada rentang waktu antara kelahiran dan kematian.
3456
Pemaknaan pameran Arcane: Spectrum & Sequence dapat dipahami sebagai sesuatu yang bersifat filosofis, namun tidak menutup kemungkinan hadirnya pemaknaan yang berada di wilayah permukaan. Bahwa pameran ini merupakan wujud dari eksplorasi ilmiah dalam wilayah seni rupa yang dipicu oleh rasa ingin tahu manusia terhadap cara kerja kehidupan, dan tentu saja tidak bisa lepas dari pemaknaan kematian.
(Pengantar kuratorial untuk Arcane: Spectrum & Sequence 15 – 21 Oktober 2015, Ruang Gerilya, Bandung, Indonesia)
One response to “Arcane: Spectrum & Sequence”
-
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.
Leave a Reply