There are things known and there are things unknown,

and in between are the doors of perception.

– Aldous Huxley

Melihat perkembangan pemikiran hingga penemuan-penemuan manusia saat ini tidak akan lepas dari peristiwa ataupun upaya-upaya manusia di masa lalu. Tidak sedikit mimpi dan imajinasi manusia di masa lalu yang kemudian terwujud menjadi apa yang kita alami dan hadapi saat ini. Manusia tidak pernah berhenti menelusuri dunia-dunia baru yang sebelumnya dianggap sebagai ranah yang tidak diketahui atau bahkan hanya sekadar imajinasi buatan manusia itu sendiri. Di era informasi atau era internet saat ini, ketika inovasi dieksploitasi dan menjadi komponen utama industri, apakah mimpi dan imajinasi telah diposisikan sebagai sebuah komoditas tertinggi?

Karya-karya yang ditampilkan oleh Hilman Hendarsyah dalam pameran bertajuk Once We Were Dreamers merupakan karya-karya imajinatif yang mengingatkan kita akan mimpi di masa lalu sekaligus juga mimpi masa depan. Gagasan-gagasan fabel yang mengimajinasikan perilaku hewan selayaknya manusia dikombinasikan dengan mimpi kemajuan teknologi melalui penggambaran robot-robot humanoid. Melihat Indonesia di periode 1980-1990-an, imajinasi dan mimpi-mimpi akan teknologi dan masa depan sebagian besar merupakan barang impor. Indonesia dibanjiri oleh siaran televisi ataupun film-film (terutama Jepang dan Amerika Serikat) berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan manusia untuk berinteraksi dengan hewan, robot, hingga makhluk luar angkasa. Memasuki periode 2000-an, imajinasi dan mimpi tersebut satu per satu diwujudkan dan perlahan berubah menjadi sebuah bentuk yang mengarah kepada ketakutan. Utopia berubah menjadi distopia.

Pameran Once We Were Dreamers menampilkan bentuk-bentuk interaksi imajinatif yang cenderung memainkan gagasan paradoks mimpi manusia saat ini akan kemajuan teknologi dan inovasi. Imajinasi saat ini selalu memiliki dua kutub, optimis-pesimis, utopia-distopia, inventif-paranoid. Hilman Hendarsyah secara cermat berupaya menempatkan dirinya di antara dua kutub tersebut. Sebagai sebuah pintu yang menjembatani dunia di masa lalu dan masa kini, dunia yang telah diketahui dan dunia yang (mungkin) akan diketahui.

 

(Pengantar kuratorial untuk pameran Once We Were Dreamers,  17 Maret – 16 April 2018, SemAta Gallery, Bandung, Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *