Peran Individu dalam Peristiwa Bunyi

The Complexity of aural experience is reflected in the impossibility of describing it through a single coherent theory.

– Stephen Handel

Listening: An Introduction to the Perception of Auditory Events (1993)

Pada tahun 2012, dalam sebuah konferensi bertajuk International Computer Music Conference (ICMC) di Ljubljana, Slovenia, seorang peneliti bunyi bernama Samantha Horseman (University of Huddersfield) mengajukan sebuah esai berjudul The Presence of A Tri-Polar Dynamic in Sonic Art Installation. Dalam esai tersebut, Horseman mengajukan sebuah gagasan berkaitan dengan tiga kutub yang erat berkaitan dengan kekaryaan seni bunyi, lebih spesifik lagi, instalasi bunyi. Menurut Horseman, setidaknya terdapat tiga kutub/elemen utama terkait dengan instalasi bunyi: elemen sonik; elemen fisik; dan individu pencerap. Elemen sonik dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan bunyi, sementara elemen fisik berkaitan dengan material penghantar bunyi hingga area spasial ataupun akustik tempat karya tersebut dipamerkan. Kutub lainnya yang juga penting dalam pembacaan karya instalasi bunyi adalah individu pencerap. Individu pencerap, dalam pemahaman Horseman dapat berlaku sebagai apresiator sekaligus juga objek fisik yang dapat mempengaruhi peristiwa bunyi itu sendiri. Melalui pemahaman di atas, upaya interpretasi ataupun apresiasi terhadap karya seni bunyi akan sangat dipengaruhi oleh aktivitas serta jumlah individu di dalam ruang pamer. Hal ini memungkinkan munculnya sebuah bentuk interaktivitas sadar dan tak sadar antara individu pencerap dengan fenomena bunyi yang terjadi.

Aspek interaktivitas merupakan salah satu komponen yang menjadi karakteristik seni media baru. Dalam Rethinking Curating: Art after New Media (2010), Beryl Graham dan Sarah Cook menggunakan tiga karakteristik seni media baru yang diungkapkan oleh Steve Dietz dalam bukunya British New Media Art (2004) untuk kemudian membandingkannya dengan tiga karakteristik karya yang sudah jauh lebih dikenal dalam wacana sejarah seni dan kekuratoran. Karakter computable dalam wacana seni media baru setingkat dengan pemahaman variabel ataupun material karya (variable), lalu karakteristik connected terkait dengan pemahaman peletakkan ataupun aksesibilitas karya (distributed), dan yang terakhir adalah karakteristik interactivity yang identik dengan perilaku penonton terhadap karya (collaborative). Meskipun karya instalasi bunyi dalam pemahaman Samantha Horseman setidaknya mengandung aspek interaktivitas dalam karakteristik seni media baru, Graham dan Cook mengajukan bahwa kategori karya seni media baru harus merupakan kombinasi antara ketiga aspek yang telah disebutkan di atas. Lebih spesifik lagi, dalam Rethinking Curating, Graham dan Cook hanya membahas karya seni media baru yang mengeksplorasi teknologi media elektronik, bukan bentuk digital dari media analog seperti fotografi digital ataupun karya-karya yang bertemakan sains dan teknologi.

Kembali pada pembahasan terkait dengan peran individu pencerap dalam proses apresiasi karya seni bunyi, Florian Hollerweger dalam disertasinya berjudul The Revolution is Hear! Sound Art, the Everyday and Aural Awareness (2011, School of Music and Sonic Arts, Queen’s University Belfast), dalam pembahasan tentang kesadaran aural (aural awareness), mengungkapkan jenis-jenis aktivitas listening (mendengar, apabila kata ‘menyimak’ tidak bisa didefinisikan terbatas untuk indra pendengaran). Dalam kategori Listening as Attention, Hollerweger, dengan menggunakan pemahaman Barry Truax dalam Acoustic Communication (2001), membagi aktivitas mendengar ke dalam tiga tingkatan: listening in search; listening in readiness; dan background listening. Ketiga tingkatan aktivitas mendengar ini yang kemudian menjadi jangkar kekaryaan dalam Perceiving the Omnipresent Sound. Tingkatan listening in search dipahami sebagai sebuah tingkatan paling aktif dari seorang individu pencerap ketika ia berupaya untuk menelusuri jejak ataupun menelaah fenomena bunyi dalam sebuah ruangan. Tingkatan berikutnya, listening in readiness, berkaitan dengan kesadaran individu pencerap terhadap bebunyian yang telah menjadi kesepakatan atau kebiasaan. Tingkatan ini memungkinkan individu pencerap untuk dapat segera mengidentifikasi bebunyian tertentu tanpa harus mencari tahu lebih lanjut. Individu tersebut bisa saja menyadari kehadiran fenomena bunyi tanpa harus melepaskan aktivitas lain yang sedang dilakukannya. Tingkatan background listening erat berkaitan dengan memori individu pencerap terhadap bebunyian tertentu. Pada tingkatan ini, karya seni bunyi mampu menghadirkan pemahaman dan pengalaman yang berbeda pada setiap individu pencerap.

Perceiving the Omnipresent Sound merupakan bagian sekaligus rangkaian terakhir dari perhelatan Soemardja Sound Art Project. Perhelatan Soemardja Sound Art Project di penghujung bulan Maret 2018 akan mencakup kombinasi gagasan dari seluruh rangkaian pembuka yang telah berlangsung sejak Januari 2018.

 

(Pengantar kuratorial untuk pameran Perceiving the Omnipresent Sound,  9 – 15 Maret 2018, Spasial, Bandung, Indonesia)

One response to “PERCEIVING THE OMNIPRESENT SOUND”

  1. Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me. https://accounts.binance.com/sk/register-person?ref=OMM3XK51

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *