Talking cure merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh seorang dokter ataupun terapis berkewarganegaraan Austria bernama Josef Breuer (1842-1925) ketika ia menangani seorang pasien wanita bernama Bertha Pappenheim (1859-1936) yang namanya disamarkan menjadi Anna O. Metode yang digunakan Breuer ini kemudian dipublikasikan pada tahun 1895 dengan judul Studies on Hysteria. Istilah ataupun metode talking cure ini kemudian menjadi dasar perkembangan psikoanalisis ketika diadopsi oleh Sigmund Freud (1856-1939) dalam kuliah psikoanalisisnya di Clark University, September 1909.
Sigmund Freud merupakan seorang bla bla bla… (http://en.wikipedia.org/wiki/Sigmund_Freud).
Metode talking cure yang digunakan Sigmund Freud menekankan pada bla bla bla… (http://en.wikipedia.org/wiki/Talking_cure) yang kemudian melahirkan perkembangan lain seperti writing cure. Writing cure sendiri merupakan sebuah metode bla bla bla… (http://en.wikipedia.org/wiki/Writing_therapy).
Seorang seniman asal Amerika Serikat bernama Melissa Stern kemudian mengadopsi istilah tersebut pada tahun 2012 sebagai gagasan utama dalam pameran tunggalnya di Smart Clothes Gallery, New York, dan Fetherston Gallery, Seattle, Amerika Serikat. Melissa Stern merupakan bla bla bla… (http://melissa-stern.com). Ia mengungkapkan:
I have long been fascinated by what goes on in people’s minds when they look at art. What stories do they tell themselves? What emotions and memories are triggered? I have made work that deals explicitly with memory, childhood and family, subjects with a strong psychological bent. I’m as interested in what others think the pieces are “saying” as in what has motivated me to make them in the first place.
Talking cure bagi Melissa merupakan bla bla bla… (http://thetalkingcureproject.com/resume).
Seniman seringkali dianggap sebagai seseorang dengan gagasan yang menembus pemikiran-pemikiran manusia pada umumnya. Sebagian orang menyebutnya kreatif dan sebagian lain menyebutnya kurang waras, bergantung pada kecenderungan karya serta interpretasi yang dihasilkan. Pada kenyataannya, seniman merupakan seorang bla bla bla… (http://en.wikipedia.org/wiki/Artist).
Seni rupa merupakan sebuah bidang yang bla bla bla… (http://en.wikipedia.org/wiki/Visual_arts), sebuah kegiatan mengungkapkan gagasan dalam bentuk visual, namun, dalam lingkungan akademis, seni rupa juga mencakup kegiatan berbicara dan menulis. Kegiatan-kegiatan yang dianggap sebagai pertanggungjawaban atas sebuah bla bla bla… (http://forums.philosophyforums.com/threads/art-and-justification-48479.html) sehingga karya seni yang dihasilkan menjadi valid dan bla bla bla… (http://kerribennettwilliamson.com/2010/03/30/the-validity-of-art).
Apakah kegiatan menjelaskan sebuah karya seni, baik dalam bentuk verbal maupun tulisan, merupakan kegiatan yang menentukan nilai dari karya tersebut? Atau seniman memang seseorang yang mengidap penyakit kejiwaan sehingga membutuhkan terapi berbicara (talking cure) ataupun terapi menulis (writing cure)?
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=QenUvDWoQDQ]
(Tulisan pengantar untuk pameran ŕeflexive transmission of cultural traditions … be associated with subject-centered reason & future-oriented historical consciousness¿™ 29 – 30 Agustus 2014, Galeri Hidayat, Jln Sulanjana No. 36 Bandung, Indonesia)
Leave a Reply