Expanded Media Improvisation
In everyday life, the development of media technology has changed human behavior or habits. Marshall McLuhan has at least attempted to illustrate it in his 1964 book entitled Understanding Media: The Extensions of Man. McLuhan proposed that regardless of the content or messages contained within the media (for example news or radio and television programs), the characteristics or the mechanisms of media (McLuhan using lightbulb as an example) is enough to affect human everyday activities. In the artistic realm, such as music, fine/visual art, as well as media art, the development of media technology has also triggered various new exploration and tendencies. The international movement of Fluxus in the 1960s, whose exponents came from various disciplines, is one of the phenomena that showed the involvement of media development within artistic practices. The term ‘intermedia’ was then popular to describe the artistic exploration of Fluxus, from video art to performances and happening art.
The utilization of various media through a performative artistic form thus becomes the anchor for Riuh Saudara events. Improvisation of projected ‘found celluloids’ combined with various sounds results in another kind of (if not entirely new) experience in a performative constellation. In the realm of experimental music, Group Ongaku from Japan (active within the period of 1958-1962 and some of them were also involved in Fluxus) has at least explored similar improvisational forms by utilizing the body and various objects as aspects of performances and sound sources. Brandon LaBelle, in his book entitled Background Noise: Perspectives on Sound Art (2006), mentioned that Group Ongaku often utilizes various found objects, musical instruments, tape machines, and radio. They attempt to expand musical experience through the interaction of musical instruments with the non-musical sounds or through the communication between various activities performed by the members in a single performance.
Improvisation and expansion are two important aspects in Riuh Saudara. How each member utilizes a variety of apparatus (with their own functions and limitations) in a condition exempt from rules or compositional structures. It is at least related to John Cage’s idea of indeterminacy. In his writings in the period of 1958, Composition as Process: Indeterminacy, Cage written various comparative study of compositions which utilized the idea of improvisation. The improvisational performances which also popular by the term open work (borrowing from Umberto Eco’s The Poetics of the Open Work in 1959). Through the understanding of Cage and Eco, the collective performance of Riuh Saudara can be perceived as an open and unpredictable show (but not without any plans).
The aspect of expansion then emerged not only through media utilizations, which often not fully compatible with the media production objectives, but also through collaborative forms, spatial aspects, and the experience of audience. The understanding of expansion in cinema has at least been present in the period of 1960s through the idea of Stan Van Der Beek who seeks to bring a new experience to the audience. Films were not only presented in conventional cinemas, but also presented in art galleries, warehouses, to open spaces. In addition, the idea of expanded cinema is also related to film projection method which not only focuses on a single point, but also utilizes various points of view and space as well as the material in which the film is projected. This kind of expansion ultimately evokes a variety of explorations and the perception of the works that utilize film projections.
The combination of various media, improvisation, and the idea of expansion offered by Riuh Saudara is expected to stimulate new tendencies in the development of experimental art in Indonesia. A show that triggers the sensitivity of sensory in appreciating the clamorous conditions of media.
__________________________________________________________________________________
Ekspansi Improvisasi Media
Dalam kehidupan sehari-hari, perkembangan teknologi media telah banyak mengubah pola perilaku ataupun kebiasaan manusia. Marshall McLuhan setidaknya telah berupaya memaparkan hal tersebut dalam bukunya pada tahun 1964 berjudul Understanding Media: The Extensions of Man. McLuhan mengajukan bahwa terlepas dari isi ataupun pesan yang terkandung dalam media (contohnya berita-berita atau program televisi dan radio), karakteristik ataupun cara kerja media (McLuhan menggunakan lampu bohlam sebagai contoh) sudah cukup mempengaruhi pola keseharian manusia. Dalam ranah artistik, seperti musik, seni rupa, maupun seni media, perkembangan teknologi media juga telah menghasilkan ragam kecenderungan hingga eksplorasi baru. Gerakan internasional Fluxus di periode 1960-an, yang pelaku-pelakunya berasal dari ragam disiplin, merupakan salah satu fenomena yang menunjukkan keterlibatan perkembangan media dalam ranah artistik. Istilah ‘intermedia’ kemudian populer untuk mendeskripsikan eksplorasi artistik gerakan Fluxus, mulai dari seni video hingga bentuk-bentuk performans dan happening art.
Pemanfaatan ragam media melalui bentuk artistik yang performatif kemudian menjadi jangkar bagi perhelatan Riuh Saudara. Improvisasi proyeksi seluloid temuan dikombinasikan dengan ragam bebunyian menghasilkan pengalaman lain (jika tidak sepenuhnya baru) dalam sebuah konstelasi performatif. Dalam ranah musik eksperimental, Group Ongaku asal Jepang (yang aktif pada periode 1958-1962 dan sebagian pelakunya juga terlibat dalam gerakan Fluxus) setidaknya telah melakukan bentuk improvisasi yang serupa dengan memanfaatkan tubuh dan ragam objek sebagai aspek performans dan sumber bebunyian. Brandon LaBelle dalam bukunya berjudul Background Noise: Perspectives on Sound Art (2006) menyebutkan bahwa Group Ongaku seringkali memanfaatkan ragam objek temuan, instrumen musik, pemutar pita kaset, dan radio. Mereka berupaya untuk mengekspansi pengalaman musikal melalui interaksi instrumen musik dengan bebunyian non-musikal atau melalui komunikasi antar ragam aktivitas yang dilakukan para pelakunya dalam satu pertunjukan.
Persoalan improvisasi dan ekspansi menjadi dua aspek penting yang dimunculkan dalam Riuh Saudara. Bagaimana setiap anggota ataupun pelakunya memanfaatkan ragam aparatus (dengan keunggulan dan keterbatasannya masing-masing) dalam kondisi dibebaskan dari aturan ataupun struktur komposisi. Hal tersebut setidaknya berkaitan juga dengan gagasan indeterminacy yang diajukan John Cage. Dalam tulisannya di periode 1958, Composition as Process: Indeterminacy, Cage melakukan ragam studi banding komposisi yang memanfaatkan gagasan improvisasi. Pertunjukan improvisasi yang juga populer disebut sebagai open work (meminjam istilah Umberto Eco dalam The Poetics of the Open Work pada tahun 1959). Melalui pemahaman Cage dan juga Eco, performans kolektif Riuh Saudara dapat dicerap sebagai sebuah bentuk pertunjukan yang bersifat terbuka dan tidak terduga (bukan tanpa rencana).
Poin ekspansi kemudian muncul tidak hanya melalui perlakuan media yang tidak sepenuhnya sesuai dengan tujuan produksinya, melainkan juga melalui bentuk kolaboratif, aspek spasial, hingga pengalaman penonton. Pemahaman ekspansi dalam sinema setidaknya telah hadir pada periode 1960-an melalui gagasan Stan Van Der Beek yang berupaya menghadirkan pengalaman baru dalam menonton. Film tidak hanya ditampilkan dalam bioskop konvensional, tetapi juga ditampilkan dalam ruang-ruang seperti galeri, gudang, hingga ruang terbuka. Selain itu, gagasan expanded cinema juga berkaitan dengan metode proyeksi film yang tidak hanya fokus pada satu titik, melainkan juga memanfaatkan ragam titik dan ruang serta material tempat film diproyeksikan. Bentuk ekspansi tersebut pada akhirnya memunculkan ragam eksplorasi hingga pencerapan terhadap karya-karya yang memanfaatkan proyeksi seluloid.
Penggabungan aspek ragam media, improvisasi, dan ekspansi yang ditawarkan Riuh Saudara diharapkan dapat memunculkan kecenderungan lain dalam perkembangan seni eksperimental di Indonesia. Sebuah pertunjukan yang memicu kepekaan indra dalam mengapresiasi keriuhan media.
(Pengantar untuk pertunjukan Riuh Saudara, 5 Juli 2018, Institut Francais Indonesia, Bandung, Indonesia)
One response to “RIUH SAUDARA”
-
buy priligy pills Instruct the patient does not cause autism
Leave a Reply