Berbicara mengenai kota, tentu tidak bisa dilepaskan dari isu-isu yang berkaitan dengan olah ruang. Ruang-ruang perkotaan sebagai sebuah tempat masyarakat beraktivitas secara bergantian hadir dan kemudian menghilang akibat pengaruh aktivitas masyarakat itu sendiri. Seni Bandung #1 yang menekankan pentingnya ruang publik sebagai bagian dari ruang kreatif ataupun eksplorasi seniman (meskipun tetap pula melibatkan ruang-ruang konvensional) merupakan sebuah upaya untuk menunjukkan pentingnya olah ruang bagi individu masyarakat yang hidup dalam sebuah kota. Seniman, sebagai sosok kreatif yang tidak hanya mengolah ruang, tetapi juga medium ekspresinya, dalam Seni Bandung #1, diberi tantangan lain berupa penekanan riset dan aspek partisipatif (bisa salah satu ataupun kombinasi keduanya).

Air, Tanah, dan Udara, yang menjadi tema besar Seni Bandung #1 kemudian diterjemahkan oleh Komite Seni Rupa sebagai kemungkinan-kemungkinan eksplorasi medium berkarya seniman: Air mewakili medium dinamis dan temporal seperti performans dan happening, Tanah mewakili medium-medium konvensional seperti cetak grafis dan bentuk seni monumental, serta Udara yang mewakili kekaryaan dengan ciri kebaruan. Dalam olahan tema yang diterjemahkan oleh Komite Seni Rupa, kolektif Invalid Urban, yang lebih suka menyebut aktivitas mereka sebagai visual art ensemble, kemudian muncul dengan karakteristik yang unik, mengolah ruang seniman/kebudayaan menjadi sebuah ruang organik yang menghasilkan proses serta bentuk kekaryaan yang dinamis.

Istilah ruang organik dalam pemahaman Komite Seni Rupa dapat diartikan sebagai sebuah upaya eksplorasi seniman, dalam hal ini Invalid Urban, untuk menciptakan suasana dinamis dalam proses berkaryanya. Rumah Budaya milik Tisna Sanjaya di daerah Cigondewah kemudian ‘diolah’ oleh Invalid Urban yang sesaat ‘tinggal’ (baca: residensi) disana sambil berinteraksi dengan aktivitas-aktivitas masyarakat di sekitarnya. Dalam pembacaan tema besar Seni Bandung #1, Komite Seni Rupa membaca karya Invalid Urban sebagai sebuah perpaduan antara Air, Tanah, dan Udara sekaligus. Bagaimana tidak, sifat kedinamisan dalam pembacaan unsur Air berpadu dengan olahan kinetik dalam aspek kebaruan unsur Udara. Bentuk monumental sebagai hasil akhir dari eksplorasi Invalid Urban merupakan salah satu bentuk olahan dalam unsur Tanah. Di samping itu, eksplorasi yang oleh Invalid Urban diberi nama Happy Balangsak 2 ini, kemudian juga menekankan aspek partisipatif yang merupakan prasyarat lain dalam pemilihan proyek seni Komite Seni Rupa dalam Seni Bandung #1.

Invalid Urban, yang sesuai dengan namanya, tertarik pada isu-isu urban ataupun perkotaan, diharapkan mampu menciptakan kemungkinan bentuk baru dari sebuah ruang yang sebelumnya telah diolah sedemikian rupa oleh seniman lain, dalam hal ini sang penggagas ruang, Tisna Sanjaya. Invalid Urban, kolektif seniman yang menciptakan ruang organik dalam ruang yang digagas oleh seniman.

 

(Pengantar untuk Happy Balangsaks #2 Invalid Urban dalam perhelatan Seni Bandung #1,  11 – 17 Oktober 2017, Imah Budaya Cigondewah Tisna Sanjaya, Bandung, Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *