Cristoph Cox, dalam tulisannya pada tahun 2006 berjudul From Music to Sound: Being as Time in the Sonic Arts (tulisan ini diterbitkan kembali dalam buku kumpulan tulisan berjudul SOUND pada tahun 2011 yang disunting oleh Caleb Kelly), mencermati fenomena pergeseran ketertarikan dari musik ke wilayah bebunyian yang lebih luas melalui perhelatan yang diselenggarakan di The Kitchen, New York, pada tahun 1979. Pada saat itu, The Kitchen yang merupakan pusat bagi perkembangan seni eksperimental di New York, menyelenggarakan sebuah perhelatan bertajuk New Music, New York. Perhelatan selama satu minggu ini melibatkan pertunjukan dari Philip Glass, Meredith Monk, Tony Conrad, George Lewis, Michael Nyman, dan lain-lain, yang kemudian menandai kemunculan musik minimalis dan eksperimental. Pada tahun 2004, The Kitchen bersama institusi seni asal New York lainnya kemudian menyelenggarakan perayaan 25 tahun pasca New Music, New York, kali ini bertajuk New Sound, New York. New Sound, New York dideskripsikan sebagai:
a citywide festival of performances, installations, and public dialogues featuring new works by sound artists who are exploring fresh connections among music, architecture, and the visual arts.
Menurut Cristoph Cox, fenomena ini menandai adanya pergeseran ketertarikan kultural dari musik ke bunyi dalam kurun waktu seperempat abad terakhir. Ia kemudian mengungkapkan:
Not only has ‘sound art’ become a prominent field of practice and exhibition, embraced by museums and galleries across the globe, the academy has also witnessed an explosion of interest in auditory history and anthropology led by social scientists who have turned their attention to sound as a marker of temporal and cultural difference.
Begitu pun di ranah musik ketika komponis, produser, dan musisi improvisasi semakin tertarik dengan wilayah bebunyian yang lebih luas, yang terkadang menjadi lawan bagi definisi musik itu sendiri: noise, sunyi (silence), dan bebunyian non-musikal. Cristoph Cox juga mengungkapkan sebuah pemikiran yang (mungkin) dapat memicu perdebatan, namun sebenarnya cukup jelas:
It is common to think of music as a subcategory of sound. According to this view, sound encompasses the entire domain of auditory phenomena, while music is a narrower domain delimited by some selection and organization of sounds.
Pemaparan di atas sedikitnya telah memicu pemikiran berkaitan dengan pergeseran ataupun posisi yang membedakan musik dan bunyi. Bulan lalu, dalam Sonic Philosophy edisi ke-3, kita telah membahas irisan-irisan antara seni musik dan fenomena kemunculan sound art atau seni bunyi. Di edisi ke-4 kali ini, kita akan membicarakan pemikiran filosofis terkait musik dan bunyi. Kembali pada pemikiran Cristoph Cox, yang pada tahun 2013 menulis sebuah artikel menarik berjudul Sonic Philosophy (yang kemudian digunakan untuk memberi identitas pada program diskusi ini), masih dalam tulisan yang sama, From Music to Sound: Being as Time in the Sonic Arts, ia menyebut sedikitnya dua peristiwa yang mampu menandai perbedaan filosofis antara musik dan bunyi.
Karya John Cage berjudul 4’33’’ (1952) dan 0’00’’ (1962), menurut Cristoph Cox, membongkar pemahaman musik sebagai sebuah bentuk time-object. Kedua karya tersebut, yang berbasis pada peluang (chance) dan sunyi atau diam (silence), telah menggeser sebuah pemahaman komposisi musik dari waktu (time) ke durasi (duration), dan dari objek/entitas (being) ke fenomena (becoming). Pemahaman ini mengacu pada gagasan Henri Bergson (Prancis) dan Friedrich Nietzsche (Jerman). Komposisi yang pada awalnya terpaku pada unsur-unsur musikal yang diaplikasikan dalam waktu-waktu tertentu, dibongkar menjadi sebuah durasi tertentu dimana bebunyian dibebaskan dari aturan musikal, dan bahkan dibebaskan dari sang komponis.
Pada perkembangannya, kedua karya John Cage di atas masih berada dalam ranah musik ketika karya-karya tersebut ditampilkan dalam ruang pertunjukan ataupun format konser. Cristoph Cox menyatakan bahwa fenomena munculnya sound art lebih dapat memfasilitasi gagasan pembebasan bunyi dari kekangan batasan musik. Hal tersebut juga berkaitan dengan kedekatan eksplorasi sound art dengan gagasan ruang (space) dan bukan kaidah komposisi dalam musik. Ia menyebut karya-karya seperti Place Works (1974) dan Times Square (1977-92 dan 2002 sampai sekarang) oleh Max Neuhaus dan Electrical Walks (2003 sampai sekarang) oleh Christina Kubisch sebagai penanda keterkaitan bunyi dengan ruang, sekaligus membebaskannya dari batasan musikal.
Sonic Philosophy edisi ke-4 akan mengupas permasalahan antara waktu (time) dan durasi (duration), being dan becoming, serta tentu saja masih akan sedikit membahas antara seni musik dan seni bunyi. Pemahaman filosofis apa yang bisa diperoleh dari pembahasan tersebut dan kemudian bagaimana merespons minimnya kajian teori terkait perkembangan seni bunyi saat ini, secara global maupun di Indonesia.
(Pengantar untuk program Norrm Radio Sonic Philosophy Episode 4, 6 Juni 2018, Spasial, Bandung, Indonesia)
One response to “Sonic Philosophy Episode 4”
-
[…] Dikutip dari: https://bobedriantriadi.wordpress.com/2018/07/10/sonic-philosophy-episode-4/#more-582 […]
Leave a Reply